Selasa, 21 September 2010

Surat untuk Dean kecil - dari saya

Dean kecil merayakan ultahnya yang ke 7, saya lupa- lupa ingat apa yang saya pikirkan dahulu itu. Jaman saya dulu DUNKIN DONUTS baru masuk ke Jakarta (sekitar tahun 1990-an awal), tepat ketika saya ulang tahun, mereka promo besar- besaran kue ulang tahun yang disusun dari donat, harganya sekitar 25.000an yang ketika itu cukup mahal bagi keluarga saya. Ayah saya bekerja sebagai staff lapangan di PERTAMINA kala itu, sedang ibu saya sejak hijrah ke Jakarta membuka kios kecil- kecilan membuka warung jahit anak- anak sekolah atau ibu- ibu yang ingin membuat baju pesta disekitar rumah, singkatnya 25.000ribu untuk kue ulang tahun sama dengan PEMBOROSAN. Maklum, meskipun ayah saya sudah bekerja tetap, tapi kondisi keuangan kami saat itu belum stabil, dan kami baru saja menginjakkan kaki di Ibukota belum lama. Jadilah Dean kecil hanya bisa berandai- andai memiliki kue ulang tahun dari DUNKIN DONAT.

Kenapa DUNKIN DONUT? Well, dimata teman- teman sebaya saya dan yang sekelas dengan saya, membawa beberapa potong DUNKIN DONAT untuk makan siang disekolah cukup bergengsi ( dijamin anda akan dilirik tanda sirik saat bel sekolah tanda istirahat berbunyi ), dan saya membayangkan diri saya bangga melahap habis donat manis dengan butiran ceres berwarna- warni ( Donat jaman saya belum berevolusi seperti J.Co saat ini)

Tapi ayah ibu saya membuatkan kejutan buat saya, notabene dibeli di konter DUNKIN DONAT – Ibu saya malah memesan donat kecil dipasar, lalu ditusuk- tusuk dengan tusuk gigi dan dirangkai menjadi istana donat yang tinggi dan ceres yang berlapis- lapis ( seingat saya ceres DUNKIN DONAT saja kalah banyak ), tapi Dean kecil tidak mau. Saya maunya DUNKIN DONAT, dan harus dari counter DUNKIN DONAT!. Titik.

Istana donat buatan mama tetap saya lahap ( kurang dari sepotong ), lilin saya tiup (lilinnya merah dan hanya sebatang- itu pun bekas lilin saat mati lampu). Tidak afdol, gak asik. Dean kecil murung.

Itu belum seberapa, tololnya saya, saya keburu “besar mulut” mengajak kawan- kawan main kelereng saya untuk mampir kerumah dan melihat istana DUNKIN DONAT saya! Apa kata mereka kalau mereka melihat donat kelas pasar yang tusukan giginya nonggol kiri- kanan? Tapi mimpi buruk saya tidak kejadian- tepatnya malah BERTAMBAH BURUK! Sang Ibunda tercinta, berbohong kepada anak- anak tetangga yang sudah keburu datang saat mahgrib dan membawa bungkusan kado, bahwasanya ini bukan hari ulang tahun saya, katanya saya berbohong. Singkatnya kawan- kawan saya pulang sambil menggerutu dan saya batal mendapat bingkisan. Saya marah,atau tepatnya murka!! Dean kecil masuk kekamar sambil membanting pintu dan mulai menangis.

Entah kenapa setiap kali saya ulang tahun, hanya satu memori brengsek itu yang saya ingat. Kelak saat saya SMA, saya sempat menyinggung perihal ultah kiamat saya itu kepada Ibu sambil mencibir tingkahnya yang secara tidak sengaja sudah membuat saya malu bukan kepalang. 

Jawaban Ibunda dan ayahanda saya kemudian berhasil membuat saya menangis bak anak kecil dalam hati. Singkatnya begini :
1. Betul itu donat dari pasar
2. Harganya lebih dari 25.000 ribu karna ibu saya sengaja agar mendapat donat lebih banyak
3. Ibu saya menghalau kawan- kawan saya, semata- mata karena Ibu tidak ingin membagi donat seharga uang makan seminggu keluarga kami, hanya agar saya bisa makan puas sendirian sambil nonton ‘Mc’Gyver’ bersama diruang makan keluarga. ( Ibu saya tahu tabiat egois saya yang enggan membagi makanan favorit saya dan hanya mau dilahap sendirian sampai puas)

Ketir saya menyelinap dalam hati setelah mengetahui maksud Ibunda saya. Seandainya waktu bisa diputar ulang..............

Hari ini umur saya 26 tahun, tadi malam tak kurang dari 38 kerabat akrab datang menghadiri pesta ulang tahun yang tidak sengaja saya buat untuk diri saya (niatnya untuk komunitas HELPING) , saya (dan Susy Milano) mendapat 2 kue tart besar- besar yang sekarang harganya minimal 250.000! Ibunda saya duduk diujung sana, tidak satu meja dengan saya, karena memang saya keburu hanyut dalam kehebohan teman- teman saya yang lebay semua. Sejenak saya sempat melirik dia, dan teringat kejadian dahulu itu. Saat saya menyuap mulutnya dengan kue tart pemberian kawan- kawan saya ( yang dijamin mahal dan merek terkenal!!), saya berucap begini dalam hati “Maaf ya ma....”

Sayangnya ia tidak bisa mendengar isi hati saya......


Terima kasih buat semua yang hadir (dan membawa kue tart untuk Dean Kecil, Susy dan HELPING), atau yang tidak hadir tapi turut mendoakan saya, Susy Milano dan HELPING, saya sungguh bersyukur. Kosakata “syukur” dihati saya malam ini terasa hangat dan berbeda, entah kenapa saya pikir hanya diri saya sendiri yang mampu mengerti maknanya sungguh teramat dalam malam ini.

Jam 2:26 pagi tanggal 24 Juli 2010, 4 jam setelah perayaan ulang tahun saya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar