Selasa, 28 September 2010

Wayang Orang - Lakon " Rama Parasu "

Malam Minggu, Tanggal 18/09/2010



Saya menghabiskan malam minggu menonton Pagelaran Seni Wayang Orang,dengan lakon " Sang Rama Parasu ", di Gedung kesenian Jakarta. Gak tanggung- tanggung, saya di buat takjub selama lebih dari 4 jam duduk manis di kursi yang nyaman dan suhu AC yang bersahabat.

Kalau anda kenal pribadi saya yang urak- urakan dan kadang suka seenaknya, pasti sulit membayangkan saya memakai kemeja Batik sopan dan pantofel, lalu " Mengajukan Diri " menonton jenis seni yang selama ini kita hanya " Tau Doang ", Tapi emoh kalau disuruh nonton. ( Sebelumnya tidak tergambar dibenak saya, kalau Pertunjukan seni macam seperti ini memakan waktu pertunjukan diatas 4 jam dan harga tiketnya beberapa kali lipat dari nonton di Bioskop Reguler ) There you go ! ....

Seorang kerabat teman mendapatkan sebuah peran disana, gak tanggung- tanggung, beliau mendapat role - Dewa Khayangan ... Jadi saya dan seorang teman, bela- belain hadir. Beliau dikenal sebagai Perancang busana ternama, dan taste of art -nya ... well sebut saja " Diatas rata- rata" ( Meskipun saya sadar, - Seni sesungguhnya tidak punya Border )

Sesampainya di Gedung Kesenian, kami dipersilahkan nenggok dapur para pemeran yang lagi sibuk dimake up dan memakai kostum.

WOW ...

Sebagai anak haram Sastra Indonesia, sulit bagi saya mendeskripsikan keadaan riil ketika saya berada di backstage. Bayangkan saja kira- kira mirip persiapan Moulin Rouge nya Hollywood. Makeupnya mirip Wayang topeng Cina di mata saya, meskipun ya -  masing- masing seni jelas berbeda. MakeUp heboh dan kostum fantastis. Semua Pemeran Total !! ( Ya eyalah ... ini seni panggung gitu lho ... emangnya Sinetrooon ... ) ;p

Singkat saja, apa yang membuat saya betah nunggu 4 jam menonton seni yang pakaiBahasa Jawa Tulen, terus gerak gerik yang serba slow motion, dan Plot yang relatif lambat ?



Gini yah, Sang Penulis Naskah dan Sutradara bukan orang sembarangan. Beliau dikenal sebagai Maestro dibidangnya : Aries Mukadi. Jangan tanya saya CV nya ya, karena saya memang masih perawan disoal beginian, tapi bagi mereka pelaku seni, terutama seni Pagelaran Wayang Orang, beliau disebut sebagai Seorang Maestro

Pengiring musiknya ada selusin, lengkap dengan alat musik serba tradisional. Sindennya ada dua orang dengan teknik vokal, well kalau saya bilang mirip Celine Dion entar dikatain lebay ... ya pokoknya diatas rata- rata lah. Sound Systemnya dipikirin banget, jadi kita comfrot dan mudah terbuai. Panggungnya sederhana tapi penataannya kompleks. Pencahayaan beserta ilusi awan buatan dan eksterior " Khayangan " nya SUPER DIPERHATIKAN SEKALI. Praktis orang norak  kayak saya dibikin lebay mendadak selama 4 jam lebih.

Ilusi drama dibikin hidup dan menjadi- jadi di mata visual kita.

Jangan tanya saya ceritanya tentang apa, karena memang selama 4 jam pertunjukan saya gak ngerti jalan ceritanya sama sekali, yang seba Jawa Tulen semua. Tapi saya benar- benar terbuai dengan gerak koreografinya dan kostumnya itu lho .... persis Dewa Khayangan beneran ( Saya sempat mempelajari kebudayaan Tibet yang berbau Hindustani - Buddhist, jadi bisa rada sok tau ) Adalah benar, seni yang saya sedang tonton merupakan Asimilasi Hindu- Jawa, kalau gak ngerti apa maksud saya, bayangkan saja Budaya Hindu kaya Candi Borobudur tapi letaknya di Yogyakarta ... Paham maksud saya? ( Kalau tidak, ya mbok, mohon buka KBBI cari makna kata:Asimilasi )

Sekali lagi saya menjadi terdorong untuk menulis Notes tentang hal nyeni begini di Facebook. Meskipun saya tahu, ulasan saya sebenarnya belum mumpuni alias gakcapable, tapi saya tergerak bukan karena ada seorang teman yang bermain disana, bukan juga karena sang Direktur Utama Bank Mandiri dan BRI dijadiin petruk lantas " di obok- obok " diatas panggung, apalagi karena nama Sang maestro yang kenal aja enggak ... Tapi karena semata - mata saya terbuai. Saya dibuat jatuh cinta beneran akan seni macam ini. Dan Cinta seharusnya tidak membutuhkan kalimat panjang untuk dijelaskan bagi mereka yang sudah merasakan ......

Saya pernah sekali ikut pentas seni panggung yang serius ketika bekerja di Kapal Pesiar beberapa tahun lalu, dan guru saya pernah berkata : " Seni panggung sesungguhnya adalah seni menjadi diri anda sendiri disaat anda memakai topeng " Berlawan terbalik dengan konteks otak kita yang cenderung berusaha menjadi orang lain, justru disaat kita sesungguhnya tidak memakai topeng apapun ....



The Point of View,

Dean Lugisto