Selasa, 15 November 2011

Wisata Pulau Dewata

Bali Island at 11 - 11 - 11

Saya dedikasikan tulisan blog ini kepada mereka yang suka bepergian dengan biaya relatif murah dan tetap bisa mendapatkan yang terbaik tanpa menguras isi tabungan anda.

Saya memesan tiket pesawat secara online sejak 8 bulan yang lalu untuk mendapatkan tiket promosi penerbangan Jakarta- Bali sebesar Rp. 400.000/orang untuk tiket Pulang dan Pergi, ditambah airport tax sebesar Rp. 40.000/orang untuk sekali penerbangan.

Sampai di Ngurah Rai airport - Denpasar pada pukul 10.00 malam waktu Indonesia bagian timur, dengan perbedaan waktu sebanyak 1 jam lebih cepat daripada Jakarta. Pemesanan taksi secara resmi terdapat didalam airport untuk beberapa tujuan tempat, besarnya biaya dihitung per orang dan jarak dekat- jauhnya tujuan. Saya dan rekan cukup beruntung sebab ketika mengantri, teman saya hanya dihitung seorang sebesar Rp.50.000 untuk menuju Hotel kami di Denpasar persis dibelakang pantai Kuta, seandainya saja mereka tahu kami berdua, tentu akan dikenakan charge sebesar dua kali lipat. Begitulah corat marut akomodasi Indonesia, sarat KKN dan jauh dari kata adil. Beberapa turis asing bahkan dikenakan Rp. 125.000/orang padahal diatas papan petugas jelas- jelas tertera harga resmi, yaitu Rp. 50.000/ taksi untuk turis lokal dan Rp. 100.000/ taksi untuk turis asing. Jadi bijaksanalah dalam bertindak disini jika anda ingin mendapatkan nilai akomodasi yang paling murah.

Sampai dihotel yang kami booking online sejak jauh- jauh hari, yang harganya semalam hanya Rp. 150.000/kamar, malah penuh. Jangan tanya saya kenapa bisa begitu, hotel sialan tersebut namanya La Inn Hotel. Anda sebaiknya berfikir ulang untuk booking kepada mereka, jika anda takut sampai ditujuan namun tidak mendapatkan kamar padahal anda sudah booking plus bayar sejak jauh- jauh hari. I would not recomended this fucking hotel at all.

Untungnya kami mendapat kompensasi menginap dihotel sebelahnya, yang bernama Ap Inn dan merupakan manajemen terpisah dari La Inn. Berikut foto- foto yang saya jepret ketika sampai dihotel yang cukup nyaman ini, ( mengingat budgetnya hanya Rp. 150.000/ malam )

Penampilan depan hotel, lokasinya dibibir sebuah Gang, jaraknya 15 menit dari Bandara menggunakan taksi

Meski murah, hotel ini dilengkapi fasilitas kolam renang dan bar minuman beralkohol

Sarapan pagi sudah termasuk kedalam paket menginap


Pantai Kuta

Matahari terbit lebih cepat dilangit Bali. Jam 5 pagi saja sudah seterang langit diJakarta pada pukul 6 pagi. Tanpa menghabiskan waktu lebih lama, kami bergegas menuju pantai Kuta yang bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki selama kurang lebih 10 menit. Seperti yang saya duga, disana sudah ramai sama turis yang berenang dipantai. Beberapa lainnya mengambil kursus belajar surfing yang diajari oleh penduduk anak muda lokal yang sudah mahir. Berikut beberapa foto yang sempat saya abadikan.

Pantai Kuta yang termahsyur, sudah dibersihkan dari banyaknya sampah

Meski matahari belum tinggi benar, tapi bersenang- senang is a must here !

This is Bali Beach Lifeguard yang berjaga disepanjang garis pantai

Pukul 10 pagi tepat, supir yang kami sewa sudah sampai diLobby hotel untuk mengantarkan kami menuju ke Pegunungan Kintamani dengan jarak tempuh 3 jam dari Denpasar, melewati Desa Ubud yang termahsyur dengan berbagai kesenian dan budaya nya yang kental.

Kami menyempatkan diri singgah di Mongkey Forest yang asri, dan penuh dengan monyet liar yang hidup damai, tentram dan pastinya sejahtera karena dukungan makanan dari para turis sepanjang tahun. Sesuai adat budaya Hindu- Buddha, monyet adalah salah satu prajurit yang dikenal dalam legenda Monyet Hanoman yang melindungi manusia sesuai sumpahnya.


Dengan biaya masuk sebesar Rp. 20.000/ orang, anda bisa menikmati pemandangan luar biasa hutan yang masih dijaga dengan baik oleh penduduk

Bekerjasama dengan Dewan Perlindungan Primata dari Australia, Semua monyet selalu didata dan divaksinasi untuk memastikan mereka bebas dari rabies dan penyakit berbahaya lainnya

Hutan didalam masih terasa asri, sejuk dan nyaman

Nah, para monyet disini juga jago memalak makanan atau apapun yang menarik perhatian mereka, berhati- hatilah

Setelah puas menjelajahi areal didalam taman Monkey Forest, kami bergegas mencari tempat makanan yang termahsyur dikawasan Ubud. Konon restoran yang kami tuju, adalah tempat dimana Julia Roberts pernah singgah dan makan, menurut kesaksian supir mobil kami, didepan restoran juga terpampang foto artis- artis dan para petinggi negara yang pernah singgah makan disini, termasuk mantan president Ibu Megawati dan Pak Esbeye. Sayang sekali ketika kami tiba dilokasi, tempatnya sudah penuh dibooking para alumni polisi yang reunian disana. Jangankan melihat bentuk restoran dan makanannya seperti apa, sampai diparkirannya saja sudah penuh! Luar biasa!, bikin penasaran!

Kami terpaksa mencari restoran lain sejenis, dengan menu utama daging bebek dan panorama indah khas Ubud. Direstoran ini, kami memesan menu termurah dan menjadi andalan mereka, yaitu bebek goreng crispy, harganya lumayan mahal Rp. 95.000/ seperempat ekor dan percayalah, bebek ini cukup untuk dimakan berdua, jadi saya memutuskan untuk sharing bersama kawan saya. Tidak bermaksud mencemooh, tapi mayoritas makanan diUbud terasa hambar, meski penampilannya sungguh menggugah selera. Bumbunya itu lho, ga sampai meresap kedalam daging, alhasil, enaknya hanya dipermukaan saja. Atau mungkin kondisi restorannya sudah super ramai, sehingga yang masak menjadi terburu- buru.

Yang berkesan disini adalah panoramanya yang super indah dengan angin sejuk bertiup sepoi- sepoi. Saya jadi merasa disuguhkan pemandangan indah, ketimbang makanan lezat.

Pemandangan diluar restoran

Pemandangan didalam restoran

Bebek dan cabai khas Bali yang menjadi menu andalan mereka


Setelah puas makan siang dan menikmati panorama, kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju hotel kami yang terletak di desa Kintamani, berpanoramakan Gunung Batur sebagai penghasil besi dan tembaga bagi Pulau Bali dan Danau Batur sebagai pembatas ke wilayah Trunyan. Trunyan adalah daerah pemakaman mayat bagi penduduk lokal asli, lebih tepatnya sih tidak dimakamkan, namun ditaruh dibawah pohon Trunyan begitu saja, bau busuk mayat akan terserap oleh pohon dan udaranya yang dingin mencegah mayat membusuk dengan cepat. Atau setidaknya itu yang saya baca dari Internet, saya masih harus membuktikannya dengan melihat dengan mata kepala sendiri nanti disana.

Saya berdecak kagum kegirangan setelah sampai dihotel yang telah saya booking jauh- jauh hari, pemandangannya aduhai. Bandung dan Puncak yang ada di Pulau Jawa kalah total deh ...

Pemandangan Gunung Batur yang terletak dipersis depan jendela kamar saya

Pemandangan Danau Batur yang bersebelahan dengan Gunung Batur

Disinilah saya menulis blog ini meskipun belum selesai semua, suhu udara meski siang bolong mencapai 15 derajat celcius dan 13 derajat celcius ketika malam hari menurut thermometer didalam kamar saya




To be Continued

.....................