Senin, 09 Juni 2014

Wisata Sehari di Alam Curug Nangka Kota Bogor

Lama sudah tidak mengunjungi alam di Kota Bogor, saya dan kawan- kawan memutuskan rekreasi di Curug Nangka, disana terdapat rekreasi alam berupa beberapa spot air terjun.

Kami mengendarai mobil pribadi dari Jakarta. Sebelum mengunjungi lokasi ini, kami makan siang terlebih dahulu di Jalan Surya Kencana, kota Bogor, dari sana kami melanjutkan perjalanan berkendaraan selama kurang lebih satu jam untuk mencapai gerbang utama Curug Nangka.




Tiket masuk menuju ke tempat wisata ini relatif terjangkau, biaya tiket masuk orang dewasa adalah Rp. 5.000/ orang dan Rp. 10.000/ mobil. Hati- hati terhadap segala jenis pungutan liar, kami total dimintai uang sebanyak tiga kali. Memang tidak seberapa jumlahnya, tapi alangkah baiknya anda lebih teliti dalam membayar dan meminta struk tanda masuk asli. Kami menghabiskan uang kurang dari Rp. 100.000 untuk 5 orang dewasa dan 1 mobil pribadi.

Menyempatkan diri berfoto di pohon yang tumbuh jamur sambil menunggu kawan selesai ke toilet umum


Untuk sampai di titik pertama air terjun, atau curug dalam bahasa lokal, bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari tempat mobil pribadi anda diparkir. Jaraknya hanya 10 menit dengan jalan setapak yang dibuat dengan batu kali. Gunakan sendal gunung atau sepatu yang sesuai untuk memudahkan anda berjalan. Total air terjun yang ada disini adalah 3, terdiri dari dua air terjun kecil dan satu air terjun besar dengan karakter wall tebing. Pastikan anda membawa atau membeli minuman yang mudah dijumpai di titik gerbang utama. Mushola dan toilet umum juga terdapat di gerbang ini. Toilet berikutnya berjarak sekitar 30- 40 menit dengan jalan pendakian bertapak batu kali dan merupakan titik terakhir untuk menemukan air terjun tertinggi. Pastikan urusan panggilan alam tidak menghambat perjalanan anda.


Titik pertama air terjun Curug Nangka


Di titik pertama air terjun, anda akan menjumpai karakter air terjun yang tidak terlampau besar. Ini adalah tempat teramai yang dikunjungi pengunjung, padahal didalam sana masih ada beberapa air terjun lagi seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya. Anda bebas berendam, berfoto atau sekedar duduk menikmati alam. Kami memutuskan berhenti sejenak sebelum berjalan kembali menuju titik berikutnya.

Aliran air yang tenang dan dangkal
 cocok untuk duduk santai sambil menikmati panorama dan bunyi gemericik air


Di titik kedua yang hanya berjarak satu tingkatan atau kurang dari 5 menit berjalan ke arah atas air terjun pertama,  anda akan menemui banyak batu besar dan sungai kecil yang mengairi air terjun pertama. Dari jejak pergerakan air dan permukaan batu, dapat saya simpulkan pada musim penghujan, air disini akan jauh lebih deras dan melebar sampai ke bibir tepi aliran. Batu disini mulai berlumut dan sedikit berlumpur. Anda sebaiknya mulai berhati- hati mulai dari titik ini. Selalu gunakan sepatu atau sendal yang sesuai, atau alas kaki anda akan tersiksa menginjak batu kerikil yang cukup tajam dan banyak.

Pengunjung dan sampah mulai terlihat sedikit berkurang di titik kedua ini. Jenis rerumputan liar, lebah, burung, serangga, dan kadal mulai terlihat.

suka dengan air gunung yang segar dan suara gemericiknya


Untuk mencapai air terjun berikutnya, yang menurut saya lebih menyerupai telaga air untuk mandi atau berendam, dibutuhkan waktu lebih lama karena jalanan mulai menanjak. Jalur pendaki hanya terdapat di sebelah kiri dan kanan aliran sungai.

Kami hanya berhenti sejenak untuk berfoto disini, pemandangannya cukup asri untuk berfoto sejenak namun tidak banyak terdapat batu untuk duduk disini karena satu- satunya jalur dipakai untuk berjalan menuju ke air terjun terbesar atau kembali turun kebawah.

 Sebelah kiri saya adalah tebing dan jurang yang lumayan dalam meski landai

Dalam perjalanan dari air terjun kedua menuju ketiga dan yang tertinggi dan terbesar, anda akan menemukan Gazebo ini di bibir tebing jurang yang cukup dalam. Dari sini, jenis tumbuhan yang terlihat mulai heterogen. Bunga Lavender, Daun Mint dan Daun Paku- Pakuan banyak tumbuh liar dan bebas disini. Segera setelah anda melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki dari Gazebo ini, anda akan menemukan sekumpulan besar monyet jenis Macaque liar. Pastikan anda sedang tidak mengemil atau sedang makan makanan ringan, atau kumpulan monyet ini tidak akan sungkan menghampiri anda dan merebut apapun yang bisa mereka ambil.

Primadona Curug Nangka
Tingginya lebih dari 50 meter, segar dan asri!

Sepi pengunjung sebab yang terjauh dari titik utama gerbang



Inilah Curug terakhir yang terdapat didalam area Curug Nangka, luasnya area bebatuan kali yang memiliki permukaan halus menunjukkan bahwa pada titik ini, air terjun dapat mencapai hampir 85% dari total area yang digunakan untuk mendaki pada musim penghujan. Mungkin itu sebabnya beberapa tumbuhan dan pohon buah- buahan dapat tumbuh subur disini dan merupakan titik terdapat monyet liar terbanyak. Mereka tinggal diatas air terjun dengan persediaan makanan dan minuman yang masih cukup disini. Terdapat kurang dari 10 pengunjung disini ketika kami tiba. Stopwatch saya menunjukkan dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk berjalan dari titik terbawah dengan santai. Dan memerlukan 25 menit kembali untuk kembali ke titik air terjun pertama. Pastikan anda kembali sebelum gelap atau anda akan menemui kesulitan dalam melihat jalur bebatuan dan jurang yang anda lewati di Gazebo yang saya sempat uraikan. Tidak ada lampu penerangan yang terlihat ketika kami turun pada pukul 5.30 sore kala itu.

Perjalanan menuju Curug Nangka ini menjadi catatan tersendiri bagi saya karena terdapat bermacam tumbuhan yang dapat saya pelajari dan masih nyaman untuk ditinggali oleh hewan liar seperti monyet yang kami jumpai. Pengunjung yang relatif sedikit juga merupakan salah satu alasan saya untuk nyaman berlama- lama didalam. Cocok dijelajahi bersama kawan, pacar atau keluarga. Untuk anak dibawah 10 tahun masih memerlukan pengawasan ekstra.

Semoga tulisan ini mempunyai manfaat bagi anda yang ingin mengunjungi Curug Nangka yang masih asri ini.

 
Menyempatkan diri berfoto di jalur gugusan pohon pinus


Special Thanks to

Ook Suyantoko
Untuk mengantarkan kami kesana dan mengijinkan saya memakai foto hasil jepretan kameranya.

Tommy Karinda
Yang sudah merencanakan dan membantu menculik anggota kita yang satunya lagi.

Willy Suteja
Untuk hari libur indahnya dirumah yang terampas oleh kebengalan kami.

Heru Pribadi
Untuk navigasi dan pengetahuan mengenai alam dan gunung yang secara tidak langsung ditularkan kepada saya.

Terima kasih
Semesta Raya





Jumat, 10 Januari 2014

Jelajah Pulau Pari


Wisata di Kepulauan Seribu
Pulau Pari
28 – 29 Desember 2013



Dean Lugisto reached Pulau Pari

Setelah mengunjungi kepulauan Seribu beberapa kali, yaitu Pulau Tidung, P. Pramuka, P. Beras dan P. Air di gugusan Kepulauan Seribu, kali ini saya memberanikan diri mencoba mengunjungi pulau Pari yang sedang naik daun dan asik diperbincangkan diberbagai situs backpacker dan forum di Google search.

Berbeda dengan beberapa petualangan saya sebelumnya di Kepulauan Seribu, kali ini saya mempercayakan keberangkatan dan isi wisata saya kepada agen travel yang saya temukan di Google search, yaitu Dino Travel. Kesepakatan ini nantinya berbuah agak kurang menyenangkan, namun bisa dicapai kesepakatan bersama untuk jalan keluar. Saya akan menjelaskannya kemudian, agar informasi ini kiranya dapat membantu anda memilah- pilih agen perjalanan ke Kepulauan Seribu.

Beberapa hari sebelum keberangkatan kami dimulai, banyak sekali informasi yang masuk dari media massa dan kawan yang menginformasikan bahwa keadaan cuaca sedang tidak menentu dan tidak bersahabat. Ditambah beberapa kasus tenggelamnya kapal di bagian timur Indonesia menambah daftar momok didalam benak pikiran saya. Saya akhirnya memberanikan diri menelepon beberapa kawan yang bekerja di pusat konservasi di Pulau Pramuka, apa yang dijelaskannya mungkin akan sangat bermanfaat bagi anda.


Keberangkatan semua kapal nelayan dari Muara Angke ( dermaga tempat kami berangkat ), rupanya memiliki kepala penanggung jawab khusus. Ini berita baru bagi saya. Ini artinya berangkat atau tidaknya kapal- kapal tergantung dari seksi penanggung jawab ini. Mereka menghimpun informasi langsung dari nelayan yang kembali dari melaut untuk menangkap ikan, serta bekerja sama pula dengan beberapa lembaga konservasi dan BMKG, informasi ini akan mereka gunakan untuk memutuskan apakah pada hari tersebut, kapal- kapal diijinkan menyeberang ke Kepulauan Seribu atau tidak. Sayang, saya lupa menanyakan perihal seksi penanggung jawab ini di dermaga Muara Angke, saya keburu senang duluan bahwa liburan saya tidak akan gagal karena cuaca.


Kapal bertolak dari dermaga Muara Angke menuju Pulau Pari pada pukul 8 pagi tepat. Ini juga hal baru bagi saya yang sudah terbiasa berlayar menuju Tidung atau Pramuka yang selalu ontime bertolak di pukul 7 pagi tepat, bahkan pernah pula mereka berangkat jauh lebih cepat sebelum pukul 7 pagi, dikarenakan kapal muatan sudah penuh. Nah, jadi bagi anda yang baru saja pertama kali ingin menuju Pulau Pari, camkan bahwa jadwal tujuan setiap kapal menentukan pukul berapa mereka bertolak dari Dermaga Muara Angke ya, jangan sampai salah perkiraan jam demi kenyamanan anda.


Lega setelah melihat cuaca bersahabat dan mentari cerah

Kapal berlayar selama 2 jam dan tiba ditujuan tanpa kendala dan ombak yang berarti. Ini kembali mematahkan asumsi mereka yang jarang berwisata laut, yang mengatakan bahwa bulan Desember adalah bulan terburuk untuk wisata ke Kepulauan Seribu, saya telah mencobanya 4 kali pada tahun yang berbeda- beda.


Sesampainya saya dan kawan- kawan ( kami 15 orang dalam satu kelompok ), kami disambut pihak agen travel Dino Travel yang bernama Bapak Firman. Kami sampai tepat dipukul 10 pagi, dan langsung diantarkan menuju tempat penginapan. Masalah timbul setelah terjadi miskomunikasi didalam pihak agennya sendiri, dan memberikan kami tempat menginap untuk 10 orang saja, padahal kami ber- 15. Tidak terima dengan hasil keputusan kami harus dipisah cukup jauh untuk menginap, saya mencoba bernegosiasi alot dengan anak buah pihak travel tersebut. Kepala agent tempat saya mentransfer uang dan bertanya lengkap selama saya masih di Jakarta tidak mau mengangkat telepon dari saya untuk menjelaskan langsung kepada saya mengenai ketidak nyamanan ini. Saya ( kami ) harus membayar lebih, sebanyak Rp. 500.000 untuk bisa mendapatkan wisma atau penginapan yang berdempetan agar kita semua tidak terpisah. Kami menginginkan kebersamaan, dan itu harga mati dibenak saya. Harga yang sangat tidak pantas kami keluarkan karena kesalahan bukan terletak dipihak kami. Nego alot berlangsung, harga yang disepakati adalah Rp. 200.000 saja. Lumayan.


Jadi,  saya punya kesan negatif yang mendalam terhadap pelayanan Pihak Dino Travel, namun tidak demikian dengan anak buahnya, Bapak Firman, dan “ Asisten “-nya Mas Oji, yang sopan dan cukup fair.

Ini adalah foto yang saya ambil persis didepan pintu kamar penginapan
Suasana kamar penginapan. Cukup bersih dan lapang

Antara pukul 10 pagi saat kami tiba, sampai pukul 01.30 saat kami dijemput untuk snorkling, terdapat jarak waktu selama 3 jam 30 menit untuk anda gunakan untuk santap siang dan eksplor bebas. Jangan sia- siakan waktu anda untuk menunggu makanan anda disajikan dan diam didalam penginapan. Mintalah santap siang anda disediakan selekasnya, lalu anda dapat bersepeda ( atau berjalan kaki ) menuju tempat favorit saya selama di Pulau Pari : Pantai Pasir Perawan. Dari dermaga kapal berlabuh, hanya dibutuhkan waktu 5 menit untuk mencapai ke Pantai ini dengan sepeda, dan 15 menit bagi saya dan sahabat saya, karena berjalan kaki. Waktu sebelum dan sesudah makan siang adalah momen terbaik untuk mengunjungi pantai ini, tentunya bagi anda pecinta narsisme dan fotografi, karena matahari sedang terik- teriknya, jadi pengunjung di tempat ini tidak ramai ( dari pantauan saya saat itu paling banyak adalah 2 lusin turis ), lagipula, turis kebanyakan mengunjungi tempat ini dipagi hari untuk menikmati Sunrise, karena terletak di sebelah Timur Pulau Pari, dan bukan disiang bolong seperti saya. Keindahannya melipur rasa terik yang menyengat kulit. Worthed.

Pantai Pasir Perawan

Menyempatkan diri berfoto bersama sobat terbaik di Planet Bumi 
Pantai Pasir Perawan tempat yang sempurna bagi yang ingin bersantai rileks

Sempatkan berkano untuk mengitari Hutan Manggrove nan cantik disini
Rp. 35.000 untuk satu perahu
( selesai dalam 20 menit )

Puas mengobservasi sekitar, saya dan sobat lantas bergegas kembali untuk menikmati santap siang dan bersiap- siap untuk acara utama kami selama berada diPulau Pari, yakni ber-snorkling.




Santap siang sebelum diantarkan untuk snorkling, makanan dan tempatnya enak


Setelah selasai santap siang, kami dijemput didermaga untuk snorkling dispot yang pilihannya murni tergantung cuaca dan kondisi laut. Team kami gagal menuju spot snorkling bernama " Bintang Rama " dikarenakan ombak sedang tinggi dan angin berhembus kencang disana. Sebagai gantinya kami diantarkan ke Pulau Tikus untuk snorkling disana.

Kesimpulan saya, Pulau Tidung dan Air memiliki keragaman ikan yang jauh lebih menarik, beragam dan berwarna- warni, daripada pulau pari yang bernama Spot Pulau Tikus ini, tapi entahlah dengan spot " Bintang Rama ", yang gagal kami kunjungi karena kondisi cuaca.

Berhasil menyembuhkan phobia dua kawan terhadap laut


Selesai kami bersnorkling, kami tidak lantas pulang untuk mandi dan membersihkan diri, kami langsung diantarkan ke bagian Barat Pulau Pari untuk melihat Sunset. Jaraknya cukup jauh dan harus ditempuh menggunakan sepeda, dan itu membutuhkan waktu selama 20-30 menit, tergantung kemampuan anda bersepeda. 

Saya kurang terkesan dengan bagian Barat dari Pulau Pari,sebab tempat yang digunakan untuk menonton sunset ini hanyalah kepingan beton bekas dermaga yang hancur akibat gempa ( Informasi ini saya dapatkan dari tour guide kami Mas Oji ), dan meskipun bagian barat ini termasuk didalam wilayah konservasi pulau yang dinamakan LIPI, sampah styerofoam bertebaran disepanjang jalan setapak menuju ke beton yang saya maksud. Disebelah kanan bahu, terdapat Pulau kecil yang bernama Pulau Tengah, dan kemudian berganti nama menjadi Pulau Hengky karena dibeli dan dijadikan resort oleh sang empunya yang bernama Hengky. Pulau Hengky masih dalam tahap pembangunan, mesin berat dan beton menghiasai pemandangan ketika berjalan setapak menuju ke Sunset. Jauh dari kesan alam natural yang asri. Saya lantas tidak terkesan, dan mencoba menikmati sunset yang hampir tiba beberapa menit lagi.



Langsung hitam legam setelah snorkling


Selesai menikmati sunset, kami bergegas kembali ke penginapan yang memang cukup jauh. Badan sudah lengket karena air asin snorkling yang belum sempat dibilas.
Kami menikmati keakraban didalam penginapan sembari menunggu makan malam disajikan. Bisa ditebak, kami makan dengan amat lahap sambil bersenda gurau. Jam 9 malam, guide kami memulai acara barbeque dan yah, ikan bakarnya habis kami perkosa beramai- ramai. Hahahaha . . . .
Mayoritas dari kami memilih tidur mejelang pukul 12 malam, dan hanya sedikit dari kami yang memilih mengunjungi Pantai Pasir Perawan untuk melihat- lihat kegiatan apa yang berlangsung disana. Ada yang masih bermain volly bermodalkan lampu tembak yang memang tersedia di bibir pantai, ada juga kelompok yang bermain games, sepertinya coaching dari salah satu perusahaan di Jakarta, ada yang memilih membangun tenda di bibir pantai dan bermalam disana sambil menunggu sunrise tiba ( hmmm . . . .ide yang bagus dan layak untuk dicoba ), ada juga yang hanya kumpul- kupul dan bernyanyi sambil bermain gitar. Kami memilih menangkap ikan- ikan kecil dengan bermodalkan senter kepala dan tangan kosong untuk melihat ikan nokturnal apa yang hidup dibagian bibir pantai ini.

Puas melihat- lihat, kamipun berbegas pulang untuk mulai istirahat dan tertidur pulas. Sunrise nan cantik menjanjikan panorama indah dalam beberapa jam lagi . . . 

Dan inilah hadiah perpisahan dari Pulau Pari sesaat sebelum kami sarapan dan berlayar kembali ke Jakarta, Indah dan takkan terganti . . .

Sunrise at Pulau Pari
Pecinta Gunung dan Pecinta Laut